Kamis, 10 Oktober 2013

Instrumen dalam Gamelan (Instruments in Gamelan Ansamble)

 Seperangkat Gamelan Jawa memiliki 16 instrumen pokok yang harus ada dalam setiap pementasannya di Pagelaran Wayang Kulit. Dan kadang kadang instrument tersebut dikurangi atau ditambah. Keenambelas perangkat itu antara lain : Kendhang, Gender, Saron, Demung, Peking, Kethuk, Kempyang, Kenong, Bonang, Gong, Slenthem, Kempul, Suling, Rebab, Siter, dan Gambang.
Kendhang, terbuat dari kulit binatang (kambing), yang biasanya setiap pemain kendhang memainkan sekaligus 3 Kendhang, yang berukuran kecil bernama Ketipung, yang sedang bernama Ciblon dan yang paling besar bernama Kalih. Kendhang berfungsi untuk mengatur irama dalam Orkestra Gamelan. Dimainkan dengan telapak tangan untuk irama yang halus ataupun beritmik cepat. Kendhang Kalih dimainkan untuk mengiringi irama halus seperti Ladrang dan Ketawang.


Gender, instrumen ini terbuat dari bilah metal seperti besi atau perunggu yang ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator. Dimainkan dengan tabuh berbentuk bulat yang dilingkari lapisan kain tebal dengan tangkai pendek. Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender, Barung dan Penerus.

Demung, Saron dan Peking, berbentuk bilahan yang lebih tebal dari Gender dengan enam atau tujuh bilah (satu oktaf ) ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator. Memiliki Tabuh kayu. Menurut ukuran, fungsi dan nada yang dihasilkan Perangkat Saran dibagi menjadi 3 :
DEMUNG berukuran paling besar diantara ketiganya dan beroktaf tengah. Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas. Umumnya, satu perangkat gamelan mempunyai satu atau dua demung. Tetapi bisa juga lebih di setiap pementasannya.
SARON berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Seperti demung, saron barung memainkan balungan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, dua saron memainkan lagu yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai dua saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dan dua saron.
PEKING Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron panerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.


Kenong dan Kethuk, Kenong merupakan satu set instrumen besar yang ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu. Dalam memberi batasan struktur suatu gendhing, kenong adalah instrumen kedua yang paling penting setelah gong. Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong. Di samping berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing, Kenong bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan, boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing. Atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk mendukung rasa pathet. Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayaka yakan, srepegan, dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut. Kethuk sama dengan kenong, fungsinya juga sama dengan kenong. Kethuk dan kenong selalu bermain jalin-menjalin, perbedaannya pada irama bermainnya saja. 

Slenthem, menurut konstruksinya, slenthem termasuk keluarga gender, malahan terkadang dinamakan gender panembung. Tetapi slenthem mempunyai bilah sebanyak bilah saron. Slenthem beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen saron. Seperti demung dan saron barung, slenthem memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas.


Bonang, dibagi menjadi dua jenis, yaitu bonang barung dan bonang panerus. Perbedaannya pada besar dan kecilnya, dan juga pada cara memainkan iramanya.
Bonang barung berukuran besar, beroktaf tengah sampai tinggi, adalah salah satu dari instrumen-instrumen pemuka dalam ansambel. Khususnya dalam teknik tabuhan pipilan, pola-pola nada yang selalu mengantisipasi nada-nada yang akan datang dapat menuntun lagu instrumen-instrumen lainnya. Pada jenis gendhing bonang, bonang barung memainkan pembuka gendhing dan menuntun alur lagu gendhing. Pada teknik tabuhan imbal-imbalan, bonang barung tidak berfungsi sebagai lagu penuntun; ia membentuk pola-pola lagu jalin-menjalin dengan bonang panerus, dan pada aksen aksen penting bonang boleh membuat sekaran (lagu-lagu hiasan), biasanya di akhiran kalimat lagu.

Bonang panerus adalah bonang  yang kecil, beroktaf tinggi. Pada teknik tabuhan pipilan, irama bonang panerus memiliki kecepatan dalam bermain dua kali lipat dari pada bonang barung. Walaupun mengantisipasi nada-nada balungan, bonang panerus tidak berfungsi sebagai lagu tuntunan, karena kecepatan dan ketinggian wilayah nadanya. Dalam teknik tabuhan imbal-imbalan, bekerja sama dengan bonang barung, bonang panerus memainkan pola-pola lagu jalin menjalin.


Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang. Gong sangat penting untuk menandai berakhirnya Ada dua macam gong: - gong ageng (besar) dan - gong suwukan atau gong siyem yang berukuran sedang.

Gambang, Instrumen yang dibuat dari bilah – bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Berbilah tujuh- belas sampai dua-puluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih. Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari
tanduk/sungu. Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme – ritme sinkopasi.

Rebab, instrumen kawat-gesek dengan dua kawat ditegangkan pada selajur kayu dengan badan berbentuk hati ditutup dengan membran (kulit tipis) dari babad sapi. Sebagai salah satu dari instrumen pemuka, rebab diakui sebagai pemimpin lagu dalam ansambel, terutama dalam gaya tabuhan lirih. Pada kebanyakan gendhing-gendhing, rebab memainkan lagu pembuka gendhing, menentukan gendhing, laras, dan pathet yang akan dimainkan. Wilayah nada rebab mencakup luas wilayah gendhing apa saja. Maka alur lagu rebab memberi petunjuk yang jelas jalan alur lagu gendhing. Pada kebanyakan gendhing, rebab juga memberi tuntunan musikal kepada ansambel untuk beralih dari seksi yang satu ke yang lain.



Siter, merupakan bagian ricikan gamelan yang sumber bunyinya adalah string (kawat) yang teknik menabuhnya dengan cara di petik. Jenis instrumen ini dilihat dari bentuk dan warna bunyinya ada tiga macam, yaitu siter, siter penerus (ukurannya lebih kecil dari pada siter), dan clempung (ukurannya lebih besar dari pada siter). Dalam sajian karawitan klenengan atau konser dan iringan wayang fungsi siter sebagai pangrengga lagu.


Suling, berfungsi sebagai pangrengga lagu. Instrumen ini terbuat dari bambu wuluh atau paralon yang diberi lubang sebagai penentu nada atau laras. Pada salah satu ujungnya yaitu bagian yang di tiup yang melekat di bibir diberi lapisan tutup dinamakan jamangan yang berfungsi untuk mengalirkan udara sehingga menimbulkan getaran udara yang menimbulkan bunyi atau suara Adapun teknik membunyikannya dengan cara di tiup. Di dalam tradisi karawitan, suling ada dua jenis, yaitu bentuk suling yang berlaras Slendro memiliki lubang empat yang hampir sama jaraknya, sedangkan yang berlaras Pelog dengan lubang lima dengan jarak yang berbeda. Ada pula suling dengan lubang berjumlah enam yang bisa digunakan untuk laras Pelog dan Slendro. Untuk suling laras Slendro dalam karawitan Jawatimuran apabila empat lubang di tutup semua dan di tiup dengan tekanan sedang nada yang dihasilkan adalah laras lu (3), sedangkan pada karawitan Jawatengahan lazim dengan laras ro (2).
Kesemua perangkat istrumen gamelan tersebut dapat ditemui di berbagai pementasan Wayang Kulit, dan juga dapat dilihatdi Paguyuban Seni Bima Laras.
Set of Javanese Gamelan ansamble has 16 principal instrument that must exist in every Wayang Kulit performances. And the instrument sometimes reduced or increased with modern instruments. Sixteenth devices that include: Kendhang, Gender, Saron, Demung, Peking, Kethuk, Kempyang, Kenong, Bonang, Gong, Slenthem, Kempul, Bamboo Flute, Fiddle, zither, and Xylophone.
  • Kendhang, made ​​from animal skins ( goat ), which is usually every player play 3 drums at the same time, a small named Ketipung, the medium size named Ciblon and the biggest named Kalih. Kendhang serves to regulate the rhythm of the gamelan orchestra. Played with the palm of the hand to the soft rhythm or fast rhythm. Kendhang Kalih played to accompany the delicate rhythm like Ladrang and Ketawang .
  • Gender, this instrument is made of slats or a metal such as iron bronze with rope stretched over the resonator tubes. Played with percussion, circled rounded a thick layer of fabric with a short stalk. In accordance with the function of the song, tone areas, and its size, there are two kinds of Gender, Barung and Penerus .Demung , Saron and Peking, a thicker shaped slats of Gender with six or seven blades (one octave) superimposed on a wooden frame that also serves as a resonator. According to the size, function and resulting tone. Suggestion Tool is divided into 3 :
    Demung, in a big size between three and middle octave. Demung balungan played in a limited territory. Generally, the device has one or two Demung in one set of Gamelan.
    SARON medium-sized and high octave . Such Demung, Saron Barung play in a limited territory. On techniques wasp - reward returns, two saron plays upbeat songs. A set of Gamelan has two saron, but there ara Gamelan has more than two.
    PEKING is the smallest from three of  them and has the highest octave.
    Kenong and Kethuk , Kenong is a large instrument set is superimposed on the rope and stretched on a wooden frame. Kenong is the second most important instrument after Gong . Kenong splited into two or four  kenong. In addition to functioning structure underlines the piece, Kenong can play the same tone with the base tone, may also precede the next base tone for the piece leads to the main track. Or it can played with the tones within one kempyung balungan tone , to support a sense of pathet. At kenongan fast style, the feasibility ayaka , srepegan , and sampak, wasp kenong guiding groove tune the piece - the piece is. Kethuk with kenong, function equally well with kenong. Kethuk and kenong always play intertwine, the difference in the rhythm of play alone
    Slenthem, according to its construction, belong to the family of slenthem Gender , Gender Panembung even sometimes called. But slenthem have as many slats  as saron. Slenthem has the lowest octave in the group of Saron. Like Demung and Saron Barung , Slenthem balungan played in a limited territory .
    Bonang, is divided into two types, namely Bonang Barung and Bonang Panerus . The difference in big and small, and also on how to play the rhythm.
    Bonang barung, has high to middle octaves, is one of the instruments in the ensemble leaders. Especially in engineering shelled hornet, tone patterns always anticipate the notes that will come to lead the song for other instruments. On the type of the piece of Bonang, Bonang Barung plays the piece and guiding groove to open the song. On techniques wasp - reward returns, Bonang Barung not serve as a guide track, it established track patterns intertwine with Bonang Panerus, and the accents may make important that  Bonang gives the songs garnish , usually in the end of the song.
    Gong marks the beginning and ending of the song and gives a sense of balance after the passage of a long sentence. Gong is very important to mark the end. There are two kinds of gong : Gong Ageng ( large ) and Gong Siyem suwukan (medium size)
    Gambang (Xylophone), this instruments made ​​of slats - wood framed in 'gerobogan' which also serves as a resonator. Gambang has seven - fifteen to twenty blades. Gambang region covers two octaves or more, played with percussion of circular shaped with long stalks horn .
    Fiddle, wire - stringed instrument with two wires stretched on wooden tubes stick with heart-shaped body covered with a membrane (thin skin) of the Chronicle cows. As one of the leaders of the instrument, fiddle song is recognized as a leader in the ensemble, especially in the style of the softly beat. In the majority of the song, the piece opening theme played by fiddle, determine the piece, the barrel, and pathet to be played . Fiddle tone areas include any area of ​​the piece. Then the hints sackbut groove track the flow of the song came clear. In the majority of the piece, fiddle also gives guidance to the musical ensemble to move from one section to another.
























Rabu, 09 Oktober 2013

Sejarah Gamelan ( History of Gamelan )


Kata Gamelan, berasal dari bahasa Jawa kuno 'gamel' yang berarti Palu yang digunakan oleh Pandai Besi. Sedangkan dalam Bahasa Jawa kuno yang lebih tinggi, atau yang berakar dari Sanskrit Gamelan disebut Gangsa, yang artinya tembaga dan rejasa (tembaga dan timah) atau tiga dan sedasa (3 dan 10) yang mengacu pada proporsi antara Tembaga dan Timah yang merupakan bahan baku pembuatan Gamelan. Pemusik yang memainkan Gamelan disebut Pengrawit yang berarti 'orang yang bekerja dengan rasa yang tinggi'. Kata Pengrawit berasal dari 'rawit' yang berarti 'pekerjaan yang bagus'.

 

                                                                 Bima Laras in practice

Darimanakah Gamelan itu berasal ? Gamelan mendahului budaya Hindu - Budha yang mendominasi Indonesia dalam catatan yang paling awal. Instrumen berkembang menjadi bentuk mereka saat ini selama Dinasti Kerajaan Majapahit. Berbeda dengan pengaruh besar India dalam bentuk seni lainnya, satu-satunya pengaruh India jelas dalam musik gamelan adalah dalam gaya Jawa bernyanyi, dan dalam tema Wayang kulit. 
Dalam mitologi Jawa , gamelan diciptakan oleh Sang Hyang Guru di era Saka 167 ( c. AD 230 ) , dewa yang memerintah sebagai raja seluruh Jawa dari istana di gunung Maendra di Medang Kamulan ( sekarang Gunung Lawu ). Dia membutuhkan tanda pemanggil untuk memanggil dewa-dewa, dengan demikian terciptalag Gong. Untuk pesan yang lebih kompleks, ia menemukan dua gong lainnya, sehingga membentuk set gamelan asli. 
Citra awal dari sebuah ansambel musik ditemukan pada abad ke-8 Candi Borobudur, Jawa Tengah. Alat musik seperti suling bambu, lonceng, drum dalam berbagai ukuran, kecapi, dan dalam relief tersebut tergambarkan figur yang membungkuk dan memetik senar instrumen yang. Namun tidak memiliki metalofon dan xylophone. Namun demikian, citra ansambel musik disarankan untuk menjadi bentuk kuno gamelan .Di istana Jawa adalah ansambel dikenal tertua, Munggang dan Kodokngorek gamelan, rupanya dari abad ke-12. Ini membentuk dasar dari "gaya dinamik". Yang berbeda , dengan " gaya lembut " yang dikembangkan dari tradisi kemanak dan berhubungan dengan tradisi bernyanyi puisi Jawa , dengan cara yang sering diyakini mirip dengan kinerja tari bedhaya modern. Pada abad ke-17 , ini gaya dinamik dan lembut dicampu , dan untuk sebagian besar berbagai gaya modern gamelan Bali, Jawa, dan Sunda dihasilkan dari berbagai cara pencampuran elemen-elemen ini. Jadi, meskipun tampak keragaman gaya, banyak konsep yang sama teoritis, instrumen, dan teknik yang dibagi antara gaya gaya tersebut.


The word gamelan, referring only to the instruments, comes from the low Javanese word gamel, referring to a type of hammer like a blacksmith's hammer. The term karawitan refers to the playing of gamelan instruments, and comes from the word rawit, meaning 'intricate' or 'finely worked'. The word derives from the Javanese word of Sanskrit origin, rawit, which refers to the smooth, elegant sense idealised in Javanese music. Another word from this root, pangrawit, means a person with that sense, and is used as an honorific when discussing esteemed gamelan musicians. The high Javanese word for gamelan is gangsa, formed either from the words tembaga and rejasa (copper and tin) or tiga and sedasa (three and ten), referring to the materials used in bronze gamelan construction or their proportions.
The gamelan predates the Hindu Buddhist culture that dominated Indonesia in its earliest records and instead represents a native art form. The instruments developed into their current form during the    Majapahit Empire. In contrast to the heavy Indian influence in other art forms, the only obvious Indian Influence in gamelan music is in the Javanese style of singing, and in the themes of the Wayang Kulit (shadow puppet plays).
In Javanese mythology, the gamelan was created by Sang Hyang Guru in Saka era 167 (c. AD 230), the god who ruled as king of all Java from a palace on the Maendra mountain in Medang Kamulan (now Mount Lawu). He needed a signal to summon the gods and thus invented the gong. For more complex messages, he invented two other gongs, thus forming the original gamelan set.
The earliest image of a musical ensemble is found on the 8th century Borobudur temple, Central Java. Musical instruments such as the bamboo flute, bells, drums in various sizes, lute, and bowed and plucked string instruments were identified in this image. However it lacks metallophones and xylophones. Nevertheless, the image of this musical ensemble is suggested to be the ancient form of the gamelan.
In the palaces of Java are the oldest known ensembles, the Munggang and Kodokngorek gamelans, apparently from the 12th century. These formed the basis of a "loud style". A different, "soft style" developed out of the kemanak tradition and is related to the traditions of singing Javanese Poetry, in a manner which is often believed to be similar to performance of modern bedhaya dance. In the 17th century, these loud and soft styles mixed, and to a large extent the variety of modern gamelan styles of Bali, Java, and Sunda resulted from different ways of mixing these elements. Thus, despite the seeming diversity of styles, many of the same theoretical concepts, instruments, and techniques are shared between the styles.  

Selasa, 08 Oktober 2013

Ki Hadi Sumarsono Shadow Wayang Show from Bima Laras in Residence House Kab. Semarang.























Golek Cantik Bima Laras (Beautiful Golek of Bima Laras)




Wayang Golek, merupakan kesenian tradisional yang identik dipentaskan di Jawa Barat. Sedangkan di Jawa Tengah Wayang Golek biasanya ditampilkan oleh Dalang di akhir pertunjukan, sebagai penutup pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk. Bapak Ki Hadi Sumarsono, adalah seorang Dalang otodidak yang memulai karirnya sejak usia 12 tahun. Sebagai Dalang cilik, ia ingin memiliki seperangkat Gamelan dan Wayang. Maka saat itu ia membuat Goleknya sendiri. Di Bima Laras, kami memiliki sepasang Wayang Golek buatan tangan yang berusia lebih dari 30 tahun, dengan kostum sederhana, dilengkapi selendang dan berambut panjang. Mungkin karena pembuatannya yang dijiwai dan karena keterbatasan materi kala itu, Golek ini bak memiliki aura dan karakternya sendiri. Dibeberapa desa, Golek ini begitu terkenal dan ditunggu kemunculannya di akhir pementasan Wayang. Kepiawaian sang Dalang membuat Golek cantik ini terlihat benar benar menari dengan luwesnya. Kemunculan Golek di akhir pagelaran semalam suntuk, merupakan asimilasi budaya antara Jawa Barat dan Jawa bagian tengah dan timur, menandakan penghargaan satu sama lain yang patut kita lestarikan.

 
Marionette Puppet ( Golek ), an identical traditional arts staged in West Java . Meanwhile in central Java Marionette Puppet is usually performed by Shadow Wayang Master at the end of the show, as the Wayang Kulit performances all night long. Ki Hadi Sumarsono, is a self-taught puppeteer who began his career since the age of 12 years. As a young puppeteer, he wants to have his own set of Gamelan and Wayang. So he started making his own puppets. In Bima Laras, we have a pair of homemade Marionette Puppet over the age of 30 years, with a simple costume, adored scarves and long hair. Perhaps because of making proccess with his soul and because of the limited material at that time, this Marionette has its own aura and character. In some villages, this Marionette is so famous and awaited her appearance at the end of the event. Fine a mastery of the puppeteer makes it look dancing really beautiful with versatility. Occurrences Marionette performances at the end of the night, is a cultural assimilation between West Java and the central and eastern Java, which indicating appreciation of culture for each other that we should preserve.